Banda Aceh - Penanganan gangguan jaringan telekomunikasi di Aceh tidak hanya berorientasi pada kecepatan pemulihan, tetapi juga pada ketuntasan dan kualitas perbaikan. Komite Digital Indonesia (Komdigi) menegaskan bahwa proses restorasi yang sedang berjalan dirancang untuk memastikan jaringan beroperasi secara stabil dan berkelanjutan, sehingga mengantisipasi potensi gangguan berulang di masa mendatang. Pendekatan ini dianggap lebih strategis untuk melindungi masyarakat dari dampak gangguan yang berkepanjangan.
Untuk mencapai ketuntasan, tim teknis melakukan analisis akar penyebab gangguan secara mendalam sebelum melakukan perbaikan fisik. Langkah ini penting untuk memastikan solusi yang diterapkan tidak bersifat sementara, tetapi menyelesaikan masalah dari sumbernya. Penggantian komponen tidak hanya dilakukan pada yang rusak, tetapi juga pada bagian yang berpotensi lemah.
Sekretaris Komdigi, I Nyoman Adhiarna, menjelaskan bahwa pemantauan pasca-perbaikan akan diintensifkan. "Target kami bukan hanya 'nyala', tetapi 'nyala' dengan kualitas prima dan tahan lama. Kami akan pelajari data performance jaringan setelah pulih untuk memastikan semuanya optimal," paparnya. Fase ini disebut sebagai critical phase dalam manajemen pemulihan infrastruktur.
Masyarakat dan pelaku usaha membutuhkan kepastian bahwa jaringan yang telah pulih tidak akan mudah terganggu kembali. Gangguan berulang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar dan mengikis kepercayaan terhadap layanan digital. Oleh karena itu, standar perbaikan ditetapkan lebih tinggi daripada sekadar mengembalikan kondisi normal.
Komdigi juga mendorong operator untuk melakukan modernisasi kecil pada infrastruktur lama yang masih beroperasi di lokasi terdampak, selama dalam proses perbaikan. Upaya upgrade ringan ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan infrastruktur secara keseluruhan tanpa harus menunggu program modernisasi skala besar.
Koordinasi dengan dinas terkait juga ditingkatkan untuk mengidentifikasi faktor eksternal non-teknis yang dapat menyebabkan gangguan berulang, seperti aktivitas penggalian liar atau penebangan pohon yang mengancam jalur fiber optik. Sinergi ini bertujuan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi infrastruktur telekomunikasi.
Pendekatan tuntas ini sejalan dengan visi membangun ketahanan digital nasional yang berkelanjutan. Setiap insiden dijadikan momentum untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas infrastruktur, bukan sekadar memperbaikinya ke kondisi semula. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kedaulatan digital.
Dengan komitmen pada pemulihan yang tuntas, diharapkan jaringan telekomunikasi di Aceh tidak hanya pulih untuk hari ini, tetapi juga siap menghadapi tantangan di masa depan. Langkah ini mencerminkan paradigma baru dalam menangani gangguan infrastruktur kritis, yang menempatkan sustainability sebagai tujuan utama.