Jakarta - Skala dan kompleksitas pengelolaan aset bangunan pemerintah membutuhkan pendekatan yang kolaboratif. Optimalisasi Program Manfaat Bangunan Gedung (MBG) yang dicanangkan pemerintah hanya akan berhasil jika didukung oleh sinergi yang solid antar Kementerian/Lembaga (K/L) serta antara pemerintah pusat dan daerah. Prinsip gotong royong menjadi kunci dalam mewujudkan tata kelola aset yang optimal dan berkeadilan.
Sinergi antarkementerian dan lembaga diperlukan, misalnya, untuk melaksanakan kebijakan konsolidasi dan sharing gedung. Sebuah gedung milik Kementerian A yang memiliki ruang lebih dapat dimanfaatkan oleh unit kerja dari Kementerian B yang kekurangan ruang. Implementasi kebijakan seperti ini membutuhkan koordinasi tingkat tinggi, kesepakatan bersama, dan kelonggaran ego sektoral untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu efisiensi anggaran negara.
Di tingkat pusat dan daerah, kolaborasi juga tak kalah penting. Banyak gedung milik pemerintah daerah yang potensial untuk dioptimalkan, atau sebaliknya, instansi vertikal di daerah membutuhkan ruang. Melalui koordinasi yang baik, dapat dirumuskan skema pemanfaatan bersama atau pinjam pakai aset yang saling menguntungkan, mengurangi beban belanja daerah maupun pusat untuk penyediaan ruang kerja.
Forum-forum koordinasi khusus perlu difungsikan secara maksimal untuk membahas rencana induk penataan gedung secara nasional dan regional. Dalam forum ini, kebutuhan masing-masing pihak dapat dipetakan dan dicarikan solusi terbaik dengan mempertimbangkan ketersediaan aset yang ada. Pendekatan kolaboratif ini mencegah terjadinya pembangunan gedung baru yang berlebihan dan tumpang tindih di satu wilayah.
Kolaborasi juga mencakup berbagi pengetahuan dan best practices. K/L atau Pemda yang telah berhasil mengoptimalkan gedungnya, misalnya melalui transformasi menjadi green building atau integrated service center, dapat menjadi contoh bagi instansi lainnya. Pertukaran pengalaman ini akan mempercepat proses pembelajaran dan inovasi di seluruh lini pemerintahan.
Aspek regulasi dan pedoman teknis juga perlu diselaraskan. Peraturan yang mendukung sharing asset, mekanisme pembiayaan pemeliharaan bersama, dan sistem evaluasi kinerja kolaborasi perlu disiapkan. Tanpa payung regulasi yang jelas dan mendukung, sinergi akan sulit dijalankan secara berkelanjutan.
Peran Kementerian PANRB sebagai koordinator menjadi sangat sentral dalam mendorong dan memfasilitasi kolaborasi ini. Dibutuhkan kemampuan mediating dan facilitating yang kuat untuk menyatukan berbagai kepentingan dan mengarahkannya pada tujuan bersama, yaitu pengelolaan aset bangunan negara yang efisien, efektif, dan berkeadilan.
Pada akhirnya, semangat kolaborasi dalam optimalisasi MBG ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan kepentingan nasional di atas kepentingan sektoral. Keberhasilannya akan menjadi bukti bahwa pemerintah mampu bekerja secara kohesif dan cerdas dalam mengelola kekayaan negara, yang hasilnya akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.