Ancaman Bergeser: Implikasi Migrasi Penjahat Siber Dari Telegram Bagi Keamanan Digital

Kamis, 11 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Zidan Fakhri
Eksodus penjahat siber dari Telegram akibat pemblokiran akan menyebarkan ancaman ke platform dan forum yang lebih tersembunyi, berpotensi memprofesionalkan kejahatan dan menuntut adaptasi strategi keamanan yang lebih canggih dari organisasi dan individu. (Foto: Carl Court/Getty Images)

Jakarta - Gelombang migrasi penjahat siber yang meninggalkan Telegram, seperti yang didokumentasikan oleh Kaspersky Digital Footprint Intelligence, bukanlah tanda bahwa ancaman siber akan mereda. Sebaliknya, peristiwa ini menandai permulaan dari fase transformasi yang mungkin membawa implikasi lebih luas dan kompleks bagi keamanan digital global. Memusatkan aktivitas di satu platform yang relatif terbuka seperti Telegram, meskipun bermasalah, sebenarnya memberikan titik pantau yang terpusat bagi analis keamanan. Ketika aktivitas ini tercerai-berai ke berbagai platform pesan alternatif, forum dark web yang lebih dalam, atau jaringan pribadi, kemampuan untuk memantau ancaman secara kolektif akan menghadapi tantangan besar. Ancaman menjadi lebih tersebar, lebih tersembunyi, dan mungkin lebih sulit untuk dilacak asal-usulnya.

Implikasi pertama dari migrasi ini adalah potensi profesionalisasi lebih lanjut dari kejahatan siber. Platform seperti forum dark web atau jaringan tertutup sering kali memiliki barrier to entry yang lebih tinggi, baik dalam bentuk biaya keanggotaan, kebutuhan akan undangan, atau keahlian teknis untuk mengaksesnya. Hal ini secara alami akan menyaring para pelaku, di mana hanya kriminal yang lebih serius, terorganisir, dan memiliki sumber daya yang akan tetap aktif. Sementara kriminal "retail" kecil-kecilan mungkin terhambat, ancaman dari aktor yang lebih besar dan terampil justru bisa menjadi lebih terfokus dan berbahaya.

Kedua, perubahan platform akan mendorong evolusi taktik, teknik, dan prosedur (TTP) yang digunakan oleh para pelaku ancaman. Metode komunikasi, pembayaran, dan distribusi malware yang efektif di Telegram mungkin perlu dimodifikasi untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Misalnya, mereka mungkin lebih mengandalkan enkripsi custom, jaringan peer-to-peer, atau metode obfuscasi yang lebih canggih. Bagi para defender, ini berarti indikator kompromi (IoC) dan tanda-tanda peringatan yang selama ini dikenal mungkin tidak lagi berlaku, sehingga diperlukan pembelajaran dan pembaruan terus-menerus terhadap pola ancaman baru.

Baca Juga: Langkah Malaysia Berantas Tambang Bitcoin Ilegal: Pelajaran Bagi Indonesia

Laporan Kaspersky tentang hengkangnya grup-grup besar seperti BFRepo dan Angel Drainer harus menjadi peringatan dini. Migrasi mereka menunjukkan bahwa inti dari ancaman canggih—seperti pengembangan dan penyewaan malware—sedang mencari rumah baru yang lebih aman. Jika mereka berhasil membangun kembali operasi di lingkungan yang lebih tertutup, kemampuan untuk mendeteksi dan mengganggu operasi mereka sebelum serangan terjadi akan menjadi semakin sulit. Masa tunggu antara sebuah kerentanan ditemukan dan exploit-nya dijual di pasar gelap mungkin menjadi lebih pendek dan lebih sulit dipantau.

Menyikapi dinamika yang berubah ini, rekomendasi Kaspersky untuk mengadopsi pendekatan Threat Intelligence yang proaktif dan luas menjadi sangat mendesak. Ketergantungan hanya pada umpan ancaman dari surface web tidak lagi memadai. Organisasi, terutama yang menangani data sensitif atau infrastruktur kritis, perlu memiliki visibilitas ke dalam percakapan yang terjadi di lapisan web yang lebih dalam. Memahami ke mana para pelaku bermigrasi, platform apa yang sedang naik daun di kalangan mereka, dan layanan ilegal apa yang sedang diiklankan adalah intelijen berharga untuk mempersiapkan pertahanan.

Di tingkat individu dan komunitas, peran aktif dalam melaporkan konten ilegal tetap penting, tetapi harus disadari bahwa ini adalah pertempangan di garis depan yang paling terlihat. Sementara upaya moderasi di platform seperti Telegram harus terus didukung, edukasi keamanan siber harus ditingkatkan untuk mengantisipasi metode sosial engineering atau distribusi malware yang mungkin bermigrasi ke platform komunikasi sehari-hari lainnya, seperti aplikasi pesan yang kurang dimoderasi atau grup chat yang tertutup.

Pada akhirnya, laporan Kaspersky ini menggarisbawahi sifat dinamis dari ekosistem keamanan siber. Tidak ada solusi statis yang abadi. Tekanan yang berhasil diberikan di satu area akan menciptakan pergeseran di area lain. Kesuksesan dalam jangka panjang tidak akan diukur hanya dari berapa banyak kanal Telegram yang diblokir, tetapi dari seberapa baik kita dapat mengantisipasi, memahami, dan beradaptasi dengan pergeseran ancaman yang terus-menerus terjadi. Kemampuan untuk belajar, berkolaborasi, dan berinovasi lebih cepat daripada lawan akan tetap menjadi prinsip utama dalam mempertahankan dunia digital kita.

(Zidan Fakhri)

    Bagikan:
komentar