Suara Korban: Kisah Pengungsi Dan Penerima Bantuan HK Peduli Di Tengah Bencana

Kamis, 11 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Dharma Sakti
Ahmad Syarif (38) dari Langkat bercerita air hampir masuk ke tempat tidur saat keluarga mereka buru-buru mengungsi, sementara Nur Aini (34) dari Pidie Jaya berterima kasih atas bantuan logistik yang meringankan kekhawatiran akan makan sehari-hari di pengungsian. (Dok. hutamakarya)

Langkat - Di balik data statistik kerusakan dan laporan progres bantuan, terdapat kisah-kisah manusiawi yang menggambarkan betapa dahsyatnya dampak bencana hidrometeorologi bagi keluarga biasa. Salah satu suara itu berasal dari Ahmad Syarif (38), seorang warga Desa Harapan Makmur yang mengungsi di posko Hutama Karya di Rest Area KM 41 B, Ruas Tol Binjai–Langsa. Ia menceritakan momen panik ketika banjir datang mendadak menjelang dini hari. “Kami bangun-bangun air sudah hampir masuk ke tempat tidur, jadi tidak sempat selamatkan banyak barang, yang penting anak-anak dulu,” ujarnya. Pengalaman Ahmad mewakili ribuan keluarga yang harus menyelamatkan nyawa dalam hitungan menit, meninggalkan harta benda dan mata pencaharian yang mungkin hanyut atau rusak tertimbun lumpur.

Bagi Ahmad dan keluarganya, posko evakuasi yang dioperasikan Hutama Karya menjadi tempat perlindungan pertama yang memberikan rasa aman setelah pelarian mencekam. Di posko yang dilengkapi dapur umum, ruang kesehatan, dan fasilitas sanitasi itu, kebutuhan dasar keluarganya untuk makan, minum, dan istirahat terpenuhi. Namun, di balik rasa syukur atas bantuan darurat tersebut, tersimpan kecemasan akan masa depan. Pekerjaannya sebagai petani atau buruh—seperti banyak warga di daerahnya—terhenti total karena sawah dan jalan akses ke lahan rusak parah. Anak-anaknya juga tidak bisa bersekolah karena sekolah terendam atau jalan menuju sekolah putus.

Harapan terbesar Ahmad, yang juga mewakili harapan banyak pengungsi lainnya, terletak pada pemulihan infrastruktur. “Saya berharap dukungan alat berat, jembatan darurat, dan perbaikan akses jalan yang sedang diupayakan dapat segera memulihkan konektivitas antardesa, sehingga anak-anak dapat kembali bersekolah dan kegiatan ekonomi perlahan pulih,” katanya. Pernyataannya menunjukkan bahwa bagi masyarakat, bantuan logistik adalah penyelamat hidup jangka pendek, tetapi perbaikan jalan dan jembatan adalah penyelamat kehidupan jangka panjang yang akan mengembalikan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian.

Baca Juga: Kolaborasi PUPR-Daerah Diperkuat Untuk Penanganan Darurat Semeru

Kisah serupa namun dari sudut pandang yang sedikit berbeda datang dari Nur Aini (34), seorang warga Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Sebagai penerima bantuan logistik yang disalurkan HK Peduli langsung ke desanya, Nur Aini merasakan dampak yang sangat konkret. “Setidaknya kami tidak terlalu khawatir soal makan anak dan kebutuhan sehari-hari di posko,” ujarnya. Bantuan berupa bahan pokok dan kebutuhan dasar tersebut telah meringankan beban mental yang besar bagi seorang ibu, yang di tengah bencana harus memastikan anak-anaknya tetap terpenuhi gizinya dan tetap sehat.

Namun, sama seperti Ahmad di Langkat, Nur Aini juga menaruh harapan besarnya pada pemulihan infrastruktur. “Sekarang yang kami tunggu jalan dan jembatan bisa cepat normal supaya ekonomi di kampung hidup lagi,” jelasnya. Kalimat sederhana ini menyimpan makna yang dalam: tanpa akses transportasi yang lancar, hasil pertanian tidak bisa dipasarkan, bahan bangunan untuk perbaikan rumah tidak bisa diangkut, dan para pekerja tidak bisa pergi mencari nafkah. Pemulihan ekonomi desa sepenuhnya bergantung pada pemulihan konektivitas fisik antarwilayah.

Kisah Ahmad dan Nur Aini memberikan konteks yang manusiawi pada semua upaya teknis dan logistik yang dilakukan oleh Hutama Karya dan institusi lainnya. Mereka mengingatkan bahwa di balik terminologi “pengungsi”, “korban terdampak”, atau “penerima bantuan”, ada individu dengan nama, wajah, keluarga, dan mimpi yang tiba-tiba terputus. Respons tanggap darurat yang cepat dan terorganisir, seperti penyediaan posko dan paket logistik, secara langsung mengurangi penderitaan dan memberikan dignitas bagi orang-orang seperti mereka.

Lebih dari itu, harapan mereka akan pemulihan akses transportasi menjadi panduan yang jelas bagi fase rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Testimoni mereka mengonfirmasi bahwa prioritas masyarakat bukanlah hal-hal yang rumit, tetapi hal dasar: anak bisa sekolah lagi dan bisa cari nafkah lagi. Ini menjadi mandat sosial bagi Hutama Karya dan semua pihak yang terlibat untuk tidak hanya selesai pada fase tanggap darurat, tetapi berkomitmen mendampingi hingga fase pemulihan ekonomi dan sosial benar-benar terwujud.

Dengan menyoroti suara korban, kita memahami bahwa kesuksesan sebuah program bantuan bencana tidak hanya diukur dari tonase barang yang disalurkan atau jumlah alat berat yang dikerahkan, tetapi dari sejauh mana program itu menjawab kecemasan dan menghidupkan kembali harapan warga seperti Ahmad Syarif dan Nur Aini. Pada akhirnya, tujuan dari semua aksi kemanusiaan adalah mengembalikan masa depan kepada mereka yang telah kehilangan banyak hal, satu langkah pemulihan pada suatu waktu.

(Dharma Sakti)

    Bagikan:
komentar